Kamis, 23 Mei 2013

Penyesalan Terdalam



Hari ini tanggal 22 mei, artinya tepat 3 bulan aku putus. Hmmm. Tapi aku nggak tau mengapa, bayang-bayangnya slalu mengisi ruang otakku. Inikah yang dinamakan cinta? Cinta semu yang tak tahu kapan akan berakhirnya.

Ku letakkan guci indah yang berlukiskan namaku dengan namanya. Guji yang diberikanku tepat 2 tahun anniversaryku dengannya. Ntah mengapa, hampir setiap aku lelah, aku slalu memandangi guci itu. Bentuknya sederhana. Nggak terlalu mewah juga. Ukurannya juga tak terlalu besar, tapi cocok untuk mengisi bufetku yang masih kosong. Guci itu juga yang menjadi teman curhatku ketika aku menangisi pemilik aslinya, dia. Rupanya, aku masih terlalu cinta padanya. 3 bulan pun nggak cukup untukku melupakan segala hal tentangnya. Kebersamaanku dengannya seakan menjadi kenangan abadi yang tak pernah bisa musnah dari pikiranku. Mungkin itulah yang menyebabkan aku masih sering merindukannya, sesosok pria sempurna yang pernah menjadi pangeran hatiku.

Teringat 3 bulan yang lalu, ketika hari dimana dunia terasa runtuh bagiku. Keputusannya yang bulat membuatku tak mampu berdiri. Putus. Ya! Satu kata yang sangat menyakitkan bagiku, keluar dari mulut seseorang yang teramat sangat aku sayangi. Tentu saja aku telah mencegahnya. Namun saja tak bisa. Dia tipe orang yang berpendirian teguh. Sekali putus tetap putus. Pernyataan itu keluar hanya karena aku lupa menepati janjiku dinner bareng dia. Kesalahanku pun benar-benar tak ku sengaja. Karna pada malam itu aku benar-benar merasa kedinginan karna tubuhku basah kuyub terkena hujan deras yang mengguyur kotaku. Hingga malam lewat, aku sama sekali tak ingat bahwa aku mempunyai jani dengan kekasihku. Ya begitulah. Akibat yang ku tanggung akibat perbuatanku. Sebuah penyesalan yang tak tahu kapan akan berakhir.

Dia adalah pria idamanku. Aku tahu, tak ada manusia yang sempurna, namun aku melihanya. Dia teramat sangat sempurna. Tampan, pintar, kaya, bijaksana, gentle, pengertian, dan tentunya dia sangat setia. Namun sayang, 1 hal yang sangat tak kusukai darinya. Kesibukannya. Dia sangat sibuk. Apapun dia dengan sempurna, sekalipun apapun yang dia kerjakan menghabiskan waktuku bersamanya. Mulai dari tugas sekolah, ekskul, maupun kegiatan OSIS dia lakukan dengan sempurna. Tak heran jika dia selalu mendapatka predikat A. Namun, sekalipun  aku membenci kesibukannya, tapi justru itulah yang membuatku bangga terhadapnya. Dan aku sangat beruntung pernah menjadi pacarnya, meski kini dia tak menjadi milikku lagi.

Dan kini, guci itu kupandangi lagi. Seakan menjadi tontonan wajibku setiap hari. Ah sudahlah. Aku berusaha melupakannya. Sesusah apapun itu akan kucoba. Ku matikan lampu kamarku, dan ku tarik selimutku. Selamat malam.
***
Hari ini benar-benar penat bagiku. Tugas menumpuk ditambah ulangan yang mengantre membuatku ingin hangout ke mall. Ingin ku berteriak kencang. Arrrggh. Buat apa juga aku berteriak kencang seperti itu. Seperti orang gila saja. Huft. Kulihat layar handphone-ku. Ada notification. 1 bbm. Dino! Aaarrggh kenapa Dino sih? Kenapa dia selalu datang disaat aku ladi bete? Bikin tambah bete saja ini anak. Apalagi bbmnya sama sekali nggak penting. Fira udah makan belum? Hello? Mau aku makan atau tidak bukan urusannya kan? Heran ini aku sama satu anak ini. Tiap pagi siang malam selalu nanya gitu. Kalo nggak ya, gnite fira, have wonderful dream ya. Ini kenapa anak selalu bbm itu ya? Padahal aku udah sering nggak bales bbmnya. Masih aja dia ngirim gitu. Nggak capek apa? Aku aja yang baca udah capek!
***
Lagi-lagi aku memandang guci itu. Ntah mengapa kali ini aku ingin membawanya ke taman depan rumah. Duduk di sambil kolam sambil membawa guci itu. Oh indahnya. Andai saja dia ada disini saat ini, menemaniku menjalani hari-hariku, pasti akan terasa lebih indah. Gemericik air kolam dan kupu-kupu yang berterbangan ditaman akan menjadi saksi cinta kita. Andai saja..

Bunyi telpon memaksaku untuk meninggalkan kolam dan bergegas menemuinya. Kuletakkan guci cantik itu di pinggir kolam, lalu aku masuk runah untuk mengangkat telpon.
“halo? “
“hay fira, ini aku Dino. Boleh nggak aku pinjem buku Sejarahmu? Kemarin aku kan ngga masuk, aku takut ketinggalan pelajaran”
“boleh. Kapan?”
“sekarang ya. Bye”
tut tut tuuuuttt. Dasar ini anak! Main tutup telpon saja. Sebel banget. Ini anak ngganggu aja deh.
Kulupakan guciku. Segera aku pergi ke kamarku untuk menyiapkan catatan sejarah yang akan dipinjam oleh si Dino, tetangga sekalian temen sekelasku. Sebenernya sih aku enggan minjemin buku, karna aku tau, dia hanya modus biar bisa ketemu aku. Dino kan suka aku.
***
‘fira, tok tok tok”
“masuk!” jawabku. Pasti Dino. Cepet banget tuh anak datengnya? Perasaan baru aja nutup telpon, eh sekarang udah sampai rumahku. Aduuh, mana sih catetanku? Kok nggak ada? Seingetku aku taruh di meja belajar, tapi kok nggak ada ya?

Ah, akhirnya ketemu nih buku! Segera aku keluar kamar untu menemui Dino. Kulihat dia duduk di pinggir kolam. Tanggannya sedang memegang guciku. Aku setengah terkejut.
“ini bukunya, maaf lama”
“iya, makasih ya fir. By the way, ini guci dari siapa fir?”
“bukan urusanmu!”. Aku jawab ketus. Kurebut guciku dari tangannya.
“pyarrrr!!”
Ya ampun, pecah! Aku dorong Dino keluar rumah. Aku sebel dengan dia. Aku benci dinooooo!!
Andai dia nggak pinjam guciku, pasti guci ini nggak akan pecah. Dino menawarkan bantuannya untuk memunguti pecahan guci ini. Tapi aku menolaknya.
“maaf fira, aku bener-bener nggak sengaja” ucap Dino polos. Aku nggak pernah tahu sebelunya ada seorang cowok meminta maaf setulus Dino. Aku sempat memandangnya sesaat. Namun rupanya rasa benciku mengalahkan rasa kasihanku padanya. Aku benci Dino! Aku memunguti pecahan guci dengan sabar. Hadiah terindah dari mantanku kini tak ada lagi. Guci ini telah pecah. Air mataku pun menetes tak henti-henti. Maaf guci, maaaaffff L
***
Hari ini ulangan matematika jam pertama! OMG, aku harus sampe sekolah jam setengah 7. Aku bergegas mengambil kunci mobil dan segera menuju garasi. Ku coba menyalakan mesinnya. Nyala! Yesss? Kukemudikan pelan. Aku merasa ada yang nggak beres dengan mobil merahku ini. Kenapa tarikan gasnya berat ya? Aku keluar mobil dan menge-check ban. Ya ampun, kenapa bisa bocor sih? Kenapa ban ini bocor disaat yang nggak tepat? Aku ulangan matematika. Oh Tuhan, apa yang harus ku perbuat? Aku masuk lagi ke mobil. Ku masukkan lagi mobil kesayanganku ke dalam garasi, lalu aku meninggalkannya. Aku berlarian kecil menuju depan rumah. Berharap ada taxi lewat. Meang sih, jarang ada taxi lewat depan rumahku. Paling sehari Cuma ada 7. Itupun nggak tentu jamnya. Ojek juga jarang banget. Mau keluar perumahan, tapi jauh.aaarrrgghh! sial banget aku hari ini.

Waktu terus berputar. Ku lihat jam tanganku. Jam 6.45! OMG. Daritadi nungg taxi lewat, tapi nggak ada yang lewat juga. Nggak tau kenapa, tiba-tiba Dino datang dengan motor matiknya dan berhenti tepat di depanku untuk menawari berangkat sekolah bareng. Aku hanya diam. Sebenernya aku masih kesel sama dia gara-gara guci kemarin.
“beneran nggak mau? Yaudah” tawar Dino cuek. Kemudian dia berlalu.
“eh eh Dino, tunggu! Iya deh. Aku mau”. Jawabku. Sebenernya aku benar-benar malas nebeng si Dino. Iya memang di cakep sih, perhatian, tinggi juga, tapi ya gitu deh. Aku ngga suka aja dengannya.
***
Huft, untung aja tadi ada Dino, coba kalo nggak? Pasti aku udah di hukum sama pak Wow. By the way, kenapa aku jad mikirin dia ya? Ah sudahlah! Lupakan fira. Aku berusaha menghapus pikiranku tentangnya. Eh tapi, kalo ku pikir-pikir, Dino juga cakep sih, tinggi. Anak basket juga. Kalo perhatian, ya perhatian. Lebih perhatian daripada pangeranku sebelumnya. Baik, pinter pula. Aduh, kenapa aku jadi mikirin dia sih? Aku nggak lagi jatuh cinta kan?
***
Ya ampun! Gerbang sekolah udah ditutup, aku telat! Ini pasti gara-gara tadi malam keasyikan ngisi blog, paginya bangun kesiangan, dan akhirnya telat masuk sekolah deh. Aku nggak bisa ngebayangin hukuman yang diberikan pak Wow, guru matematika yang super rajin dan disilin. Setengah 7 udah stand by di depan gerbang untuk memeriksa satu-persatu perlengkapan seragam muridnya, sekaligus yang memberikan hukuman bagi siswa-siswinya yang terlambat masuk kelas. Dan salah satunya adalah aku.
Gerbang udah ditutup. Akibatnya mobilku nggak bisa masuk sekolah. Terpaksa deh, parker di depan sekolah. Pak Wow mulai menceramahiku. Kulihat jam, 7.05! hanya terlambat 5 menit, pasti ceramahnya 5 jam. Tapi untunglah, pak Wow nggak terlalu lama menceramahiku. Cukup setengah jam saja. tapi itupun sudah membuatku sangat kenyang, sekalipun aku belum makan pagi. Kini, hukuman yang aku terima adalah hormat kepada bendera hingga bel istirahat pertama bordering. OMG! Aku harus hormat bendera mulai jam 7.35 hingga jam 10? Mimpi apa semalam? Daripada hukumannya nambah, mending aku jalani aja hukuman dari pak Wow. Berat sih, apalagi yang telat hanya aku. Nggak ada temennya. Pasti aku jadi pusat perhatian. Aaaaaaa! Aku benci jadi pusat perhatian!
***
Kulirik jam ditanganku. Jam 9.34! artinya, sekitar setengah jam lagi aku selesai menjalani hukuman yang wow dari pak Wow. Dan sesuai dengan dugaanku. Si Dion lewat bersama satu temannya. Dia hanya tersenyum melihatku. Lalu dia mendekatiku.
“tetep semangat! Keep smile” bisiknya.
Aku hanya diam. Bibirku agak monyong sedikit. Manyun. Mana bisa aku tersenyum menjalani suatu hukuman yang teramat sangat memalukan ini? Dasar cowok aneh! Ku perhatikan langkahnya. Rupanya dia bersama temannya menuju toilet yang terletak dibelakang aula.
Ntahlah, mungkin karna aku belum makan pagi, perutku terasa mual. Kepalaku juga pusing. Aku tak lagi berdiri dengan seimbang. Semakin lama semakin mual dan pusing. Aku tak kuat lagi berdiri. Tiba-tiba ada sesosok orang yang menolongku. Aku tak tau siapa dia.
***
Kepalaku terasa sakit, penglihatanku kabur. Kulihat sekelilingku. Aku mengenal tempat ini. Tapi dimana? Kulihat pula sesosok pria yang duduk disampingku. Dan aku mengenalnya. Dino! Kenapa dia ada disini? Aku masih bingung. Ku lihat lagi ruangan yang ku tempati. Semakin ku lihat, semakin aku mengenalnya. UKS. Ya, aku ada di UKS.
“kamu udah bangun? Bagus deh.
Aku hanya terdiam memandangnya dengan penuh rasa penasaran.
“kamu kan warga Negara yang baik, homat terus pada bendera., sampai-sampai kamu nggak memperhatikan kondisimu. Kamu pingsan deh di lapangan. Malu-maluin aja. Untung ada yang nolong” ucapnya. Sepertinya dia tau apa yang ada dipikiranku.
“trus yang nolong aku siapa?”tanyaku
“menurutmu?” dia justru balik bertanya.
“aku balik ke kelas dulu ya. Nggak enak ninggalin pelajaran. Bye, cepet sembuh ya”. Dino berlalu keluar dari UKS dan menuju kelasnya. Aku masih penasaran, siapa yang rela menolongku? Baik banget dia? Dino? Atau ….
***
Malam ini Dino mengajakku hangout. Sebenarnya aku males jalan bareng dia. Tapi tak apalah, itung-itung refreshing karna seminggu ini seakan jadi penjara bagiku. Tugas se bukit barisan, ulangan antre bejibun. Selama perjalanan, aku ngga banyak bicara dengan dia. Selalu dia terlebih dahulu yang memulai percakapan. Selama hangoutpun aku juga nggak merengek minta di belikan ini itu. Hingga Dino mengajakku ke sebuah restoran Jepang. Dia benar-benar tahu makanan kesukaanku. Dino memanggil salah satu peayan dan memesan makanan. Kemudian pelayan itu pergi. Kulihat sekeliling restoran ini. Nggak terlalu ramai,lampunya pun agak redup, sehingga memberikan efek romantis. Aku melirik Dino. Tampaknya dia tak memperhatikanku. Pandangannya menuju salah satu pelanggan yang sedang menikmati makanannya di restoran ini. Akupun menoleh sesuai apa yang diapandang oleh Dino. Tampaknya, pelanggan yang dipandang Dino adalah seorang gadis canti yang sedang duduk bersama pacarnya. Aku melirik Dino lagi. Dia masih tetap pada posisi seperti tadi, masih memandangi dua insan yang sedang bercinta.
“fira”
“iya?”, jawabku pada Dino yang tiba-tiba menanyaiku.
“will you be mine?” tanyanya sambil membawakan sebuah liontin yang cantik. Aku hanya diam tanpa kata, hatiku berdegub kencang. Sebenarnya, akupun mulai menyukainya. Nggak pernah terfikirkan bahwa Dino akan menembakku seperti ini. Yang aku pikir, Dino adalah sesosok pria tampan yang memiliki cinta monyet. Beberapa bulan lalu, dia menyatakan cinta padaku, namun aku tak menanggapinya, karna pada waktu itu, aku masih menggandeng pacar. Namun sekarang, aku tak lagi menggandeng pacar. Tak lagi juga memiliki gebetan. Dino menembakku disaat yang tepat.
“maaf Dino, aku nggak bisa” jawabku singkat. Aku bergegas keluar restoran, dan berlarian kecil menuju parkir mobilku. Aku tau Dino mengejarku. Tapi aku berusaha lepas dari pengejarannya.  Aku bingung dimana mobilku terparkir. aku terus berlarian kecil mencari pintu keluar menuju perkir mobll. Namun tak juga menemukannya. Hingga Dino berhasil meraih tanganku, namun aku menepisnya. Aku ingin pulang. Aku ingin menata hatiku yang masih berantakan tidak karuan. Namun Dino tetap tak mau melepaskanku. Dia tak rela jika aku pulang sendiri mengendarai mobil denga hati yang masih kacau ini.ntah mengapa, aku berjalan terus hingga menemukan pintu keluar, namun bukan pintu keluar menuju prkir mobil, tapi justru pintu utama, dimana taxi-taxi berhenti, dan menunggu penumpangnya.

Aku terus berjalan diikuti Dino. Dia berusaha menjelaskanku dan meminta maaf padaku berkali kali, namun aku tak menggubrisnya. Aku terus berjalan yang mulai tak menentu arahnya. Kini aku dan Dino berada di sebuah gang kecil yang aku juga tak tau sebelumnya. Semakin aku berjalan menyusuri gang ini, semakin sepi pula. Ku hentikan langkahku ketika aku mengetahui ada 3 orang yang bertampan seram berada didepanku. Dinopun juga menghentikan langkahnya. Aku tau, 3 orang ini adalah preman. Aku berusaha membalikkan badan dan berlari sekuat tenaga. Dinopun melakukan hal yang sama denganku. Highheles yang ku pakai membuat kakiku sakit ketika brlari. Aku tak tahan. Aku berusaha melepas sepatuku. Namun 3 orang itu berhasil menangkapku. Aku tertangkap dan tak bisa berbuat apa-apa. Dino telah berlari jauh. Aku berteriak memanggilnya. Aku nggak tau apa yang harus ku perbuat. Aku pasrah. Kekuatanku tak sebanding dngan kekuatan ketiga preman liar ini. Kulihat Dino menghentikan langkahnya, dan berbalik arah ingin menolongku. Dia melawan kedua preman ini, sedangkan yang satunya memegangi tanganku. Aku ingin membantu Dino mengalahkan preman-preman busuk ini. Namun apalah dayaku. Untuk melepaskan dari genggaman 1 preman saja aku tak bisa. Dino tak telalu pintar berkelahi, dia juga bukan anak silat. Dino dihabisi oleh kedua preman itu. Dino lemas. Aku berteriak minta tolong. Namun tak ada seorangpun yang menolongku, sekalipun ada orang yang melihatku. aku menangis sekencang-kencangnya. Untung ada sekelompok orang yang tiba-tiba menolongku dan menyerang ketiga preman itu. Aku berterima kasih kepada sekelompok orang yang menolongku. Aku berlari menemui Dino. Aku segera menelpon taxi untuk membawa Dino ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, aku menangis tak henti-hentinya. Sepanjang perjalanan itu pula, Dino berusaha berbicara padaku. Dia meminta maaf padaku atas kejadian yang terjadi malam ini. Dia juga mengatakan, bahwa dia berjanji akan berlatih silat untuk selalu menjagaku dimanapun aku berada. Dia rela tak menjadi pacarku, asalkan dia mampu menjagaku kapanpun. Tak lama kemudian, Dino menghembuskan nafas yang terakhir.

Air mataku pun mengalir deras. Aku benar benar menyesal. Andai aku melupakan pangeran hatiku dahulu dan menerima cinta Dino, kejadian buruk tak ini tak kan menimpa Dino dan aku. Ketulusannya mampu mengubah rasa benciku menjadi rasa cinta untuknya.setiap kebaikannya, benar-benar menyentuh hatiku.  Namun rupanya, aku terlalu gengsi untuk mengatakannya pada Dino. Selamat jalan Dino. Aku akan slalu menyayangimu sekalipun kau tak lagi di sisiku. Ini adalah penyesalanku, penyesalan terdalam dalam hidupku …

4 komentar:

  1. Hehe, iya mas. Nulis gini aja makan waktu banyak :D

    BalasHapus
  2. halooo, ini fanfict bukan?
    kapan-kapan kunjungi blogku ya hehe
    thanks :)

    BalasHapus