Hari ini tanggal 22 mei, artinya tepat 3 bulan aku putus.
Hmmm. Tapi aku nggak tau mengapa, bayang-bayangnya slalu mengisi ruang otakku.
Inikah yang dinamakan cinta? Cinta semu yang tak tahu kapan akan berakhirnya.
Ku letakkan guci indah yang berlukiskan namaku dengan
namanya. Guji yang diberikanku tepat 2 tahun anniversaryku dengannya. Ntah
mengapa, hampir setiap aku lelah, aku slalu memandangi guci itu. Bentuknya
sederhana. Nggak terlalu mewah juga. Ukurannya juga tak terlalu besar, tapi
cocok untuk mengisi bufetku yang masih kosong. Guci itu juga yang menjadi teman
curhatku ketika aku menangisi pemilik aslinya, dia. Rupanya, aku masih terlalu
cinta padanya. 3 bulan pun nggak cukup untukku melupakan segala hal tentangnya.
Kebersamaanku dengannya seakan menjadi kenangan abadi yang tak pernah bisa
musnah dari pikiranku. Mungkin itulah yang menyebabkan aku masih sering
merindukannya, sesosok pria sempurna yang pernah menjadi pangeran hatiku.
Teringat 3 bulan yang lalu, ketika hari dimana dunia terasa
runtuh bagiku. Keputusannya yang bulat membuatku tak mampu berdiri. Putus. Ya!
Satu kata yang sangat menyakitkan bagiku, keluar dari mulut seseorang yang
teramat sangat aku sayangi. Tentu saja aku telah mencegahnya. Namun saja tak
bisa. Dia tipe orang yang berpendirian teguh. Sekali putus tetap putus.
Pernyataan itu keluar hanya karena aku lupa menepati janjiku dinner bareng dia.
Kesalahanku pun benar-benar tak ku sengaja. Karna pada malam itu aku
benar-benar merasa kedinginan karna tubuhku basah kuyub terkena hujan deras
yang mengguyur kotaku. Hingga malam lewat, aku sama sekali tak ingat bahwa aku
mempunyai jani dengan kekasihku. Ya begitulah. Akibat yang ku tanggung akibat
perbuatanku. Sebuah penyesalan yang tak tahu kapan akan berakhir.
Dia adalah pria idamanku. Aku tahu, tak ada manusia yang
sempurna, namun aku melihanya. Dia teramat sangat sempurna. Tampan, pintar,
kaya, bijaksana, gentle, pengertian, dan tentunya dia sangat setia. Namun
sayang, 1 hal yang sangat tak kusukai darinya. Kesibukannya. Dia sangat sibuk.
Apapun dia dengan sempurna, sekalipun apapun yang dia kerjakan menghabiskan
waktuku bersamanya. Mulai dari tugas sekolah, ekskul, maupun kegiatan OSIS dia
lakukan dengan sempurna. Tak heran jika dia selalu mendapatka predikat A.
Namun, sekalipun aku membenci
kesibukannya, tapi justru itulah yang membuatku bangga terhadapnya. Dan aku
sangat beruntung pernah menjadi pacarnya, meski kini dia tak menjadi milikku
lagi.
Dan kini, guci itu kupandangi lagi. Seakan menjadi tontonan
wajibku setiap hari. Ah sudahlah. Aku berusaha melupakannya. Sesusah apapun itu
akan kucoba. Ku matikan lampu kamarku, dan ku tarik selimutku. Selamat malam.
***
Hari ini benar-benar penat bagiku. Tugas menumpuk ditambah
ulangan yang mengantre membuatku ingin hangout ke mall. Ingin ku berteriak
kencang. Arrrggh. Buat apa juga aku berteriak kencang seperti itu. Seperti
orang gila saja. Huft. Kulihat layar handphone-ku. Ada notification. 1 bbm.
Dino! Aaarrggh kenapa Dino sih? Kenapa dia selalu datang disaat aku ladi bete?
Bikin tambah bete saja ini anak. Apalagi bbmnya sama sekali nggak penting. Fira
udah makan belum? Hello? Mau aku makan atau tidak bukan urusannya kan? Heran
ini aku sama satu anak ini. Tiap pagi siang malam selalu nanya gitu. Kalo nggak
ya, gnite fira, have wonderful dream ya. Ini kenapa anak selalu bbm itu ya?
Padahal aku udah sering nggak bales bbmnya. Masih aja dia ngirim gitu. Nggak
capek apa? Aku aja yang baca udah capek!
***
Lagi-lagi aku memandang guci itu. Ntah mengapa kali ini aku
ingin membawanya ke taman depan rumah. Duduk di sambil kolam sambil membawa
guci itu. Oh indahnya. Andai saja dia ada disini saat ini, menemaniku menjalani
hari-hariku, pasti akan terasa lebih indah. Gemericik air kolam dan kupu-kupu
yang berterbangan ditaman akan menjadi saksi cinta kita. Andai saja..
Bunyi telpon memaksaku untuk meninggalkan kolam dan bergegas
menemuinya. Kuletakkan guci cantik itu di pinggir kolam, lalu aku masuk runah
untuk mengangkat telpon.
“halo? “
“hay fira, ini aku Dino. Boleh nggak aku pinjem buku
Sejarahmu? Kemarin aku kan ngga masuk, aku takut ketinggalan pelajaran”
“boleh. Kapan?”
“sekarang ya. Bye”
tut tut tuuuuttt. Dasar ini anak! Main tutup telpon saja. Sebel banget. Ini
anak ngganggu aja deh.
Kulupakan guciku. Segera aku pergi ke kamarku untuk
menyiapkan catatan sejarah yang akan dipinjam oleh si Dino, tetangga sekalian
temen sekelasku. Sebenernya sih aku enggan minjemin buku, karna aku tau, dia
hanya modus biar bisa ketemu aku. Dino kan suka aku.
***
‘fira, tok tok tok”
“masuk!” jawabku. Pasti Dino. Cepet banget tuh anak
datengnya? Perasaan baru aja nutup telpon, eh sekarang udah sampai rumahku.
Aduuh, mana sih catetanku? Kok nggak ada? Seingetku aku taruh di meja belajar,
tapi kok nggak ada ya?
Ah, akhirnya ketemu nih buku! Segera aku keluar kamar untu
menemui Dino. Kulihat dia duduk di pinggir kolam. Tanggannya sedang memegang
guciku. Aku setengah terkejut.
“ini bukunya, maaf lama”
“iya, makasih ya fir. By the way, ini guci dari siapa fir?”
“bukan urusanmu!”. Aku jawab ketus. Kurebut guciku dari
tangannya.
“pyarrrr!!”
Ya ampun, pecah! Aku dorong Dino keluar rumah. Aku sebel
dengan dia. Aku benci dinooooo!!
Andai dia nggak pinjam guciku, pasti guci ini nggak akan
pecah. Dino menawarkan bantuannya untuk memunguti pecahan guci ini. Tapi aku
menolaknya.
“maaf fira, aku bener-bener nggak sengaja” ucap Dino polos.
Aku nggak pernah tahu sebelunya ada seorang cowok meminta maaf setulus Dino.
Aku sempat memandangnya sesaat. Namun rupanya rasa benciku mengalahkan rasa
kasihanku padanya. Aku benci Dino! Aku memunguti pecahan guci dengan sabar.
Hadiah terindah dari mantanku kini tak ada lagi. Guci ini telah pecah. Air
mataku pun menetes tak henti-henti. Maaf guci, maaaaffff L
***
Hari ini ulangan matematika jam pertama! OMG, aku harus
sampe sekolah jam setengah 7. Aku bergegas mengambil kunci mobil dan segera
menuju garasi. Ku coba menyalakan mesinnya. Nyala! Yesss? Kukemudikan pelan.
Aku merasa ada yang nggak beres dengan mobil merahku ini. Kenapa tarikan gasnya
berat ya? Aku keluar mobil dan menge-check ban. Ya ampun, kenapa bisa bocor
sih? Kenapa ban ini bocor disaat yang nggak tepat? Aku ulangan matematika. Oh
Tuhan, apa yang harus ku perbuat? Aku masuk lagi ke mobil. Ku masukkan lagi
mobil kesayanganku ke dalam garasi, lalu aku meninggalkannya. Aku berlarian
kecil menuju depan rumah. Berharap ada taxi lewat. Meang sih, jarang ada taxi
lewat depan rumahku. Paling sehari Cuma ada 7. Itupun nggak tentu jamnya. Ojek
juga jarang banget. Mau keluar perumahan, tapi jauh.aaarrrgghh! sial banget aku
hari ini.
Waktu terus berputar. Ku lihat jam tanganku. Jam 6.45! OMG.
Daritadi nungg taxi lewat, tapi nggak ada yang lewat juga. Nggak tau kenapa,
tiba-tiba Dino datang dengan motor matiknya dan berhenti tepat di depanku untuk
menawari berangkat sekolah bareng. Aku hanya diam. Sebenernya aku masih kesel
sama dia gara-gara guci kemarin.
“beneran nggak mau? Yaudah” tawar Dino cuek. Kemudian dia
berlalu.
“eh eh Dino, tunggu! Iya deh. Aku mau”. Jawabku. Sebenernya
aku benar-benar malas nebeng si Dino. Iya memang di cakep sih, perhatian,
tinggi juga, tapi ya gitu deh. Aku ngga suka aja dengannya.
***
Huft, untung aja tadi ada Dino, coba kalo nggak? Pasti aku
udah di hukum sama pak Wow. By the way, kenapa aku jad mikirin dia ya? Ah
sudahlah! Lupakan fira. Aku berusaha menghapus pikiranku tentangnya. Eh tapi,
kalo ku pikir-pikir, Dino juga cakep sih, tinggi. Anak basket juga. Kalo
perhatian, ya perhatian. Lebih perhatian daripada pangeranku sebelumnya. Baik,
pinter pula. Aduh, kenapa aku jadi mikirin dia sih? Aku nggak lagi jatuh cinta
kan?
***
Ya ampun! Gerbang sekolah udah ditutup, aku telat! Ini pasti
gara-gara tadi malam keasyikan ngisi blog, paginya bangun kesiangan, dan
akhirnya telat masuk sekolah deh. Aku nggak bisa ngebayangin hukuman yang
diberikan pak Wow, guru matematika yang super rajin dan disilin. Setengah 7
udah stand by di depan gerbang untuk memeriksa satu-persatu perlengkapan
seragam muridnya, sekaligus yang memberikan hukuman bagi siswa-siswinya yang
terlambat masuk kelas. Dan salah satunya adalah aku.
Gerbang udah ditutup. Akibatnya mobilku nggak bisa masuk
sekolah. Terpaksa deh, parker di depan sekolah. Pak Wow mulai menceramahiku.
Kulihat jam, 7.05! hanya terlambat 5 menit, pasti ceramahnya 5 jam. Tapi
untunglah, pak Wow nggak terlalu lama menceramahiku. Cukup setengah jam saja.
tapi itupun sudah membuatku sangat kenyang, sekalipun aku belum makan pagi.
Kini, hukuman yang aku terima adalah hormat kepada bendera hingga bel istirahat
pertama bordering. OMG! Aku harus hormat bendera mulai jam 7.35 hingga jam 10?
Mimpi apa semalam? Daripada hukumannya nambah, mending aku jalani aja hukuman
dari pak Wow. Berat sih, apalagi yang telat hanya aku. Nggak ada temennya.
Pasti aku jadi pusat perhatian. Aaaaaaa! Aku benci jadi pusat perhatian!
***
Kulirik jam ditanganku. Jam 9.34! artinya, sekitar setengah
jam lagi aku selesai menjalani hukuman yang wow dari pak Wow. Dan sesuai dengan
dugaanku. Si Dion lewat bersama satu temannya. Dia hanya tersenyum melihatku.
Lalu dia mendekatiku.
“tetep semangat! Keep smile” bisiknya.
Aku hanya diam. Bibirku agak monyong sedikit. Manyun. Mana
bisa aku tersenyum menjalani suatu hukuman yang teramat sangat memalukan ini?
Dasar cowok aneh! Ku perhatikan langkahnya. Rupanya dia bersama temannya menuju
toilet yang terletak dibelakang aula.
Ntahlah, mungkin karna aku belum makan pagi, perutku terasa
mual. Kepalaku juga pusing. Aku tak lagi berdiri dengan seimbang. Semakin lama
semakin mual dan pusing. Aku tak kuat lagi berdiri. Tiba-tiba ada sesosok orang
yang menolongku. Aku tak tau siapa dia.
***
Kepalaku terasa sakit, penglihatanku kabur. Kulihat
sekelilingku. Aku mengenal tempat ini. Tapi dimana? Kulihat pula sesosok pria
yang duduk disampingku. Dan aku mengenalnya. Dino! Kenapa dia ada disini? Aku
masih bingung. Ku lihat lagi ruangan yang ku tempati. Semakin ku lihat, semakin
aku mengenalnya. UKS. Ya, aku ada di UKS.
“kamu udah bangun? Bagus deh.
Aku hanya terdiam memandangnya dengan penuh rasa penasaran.
“kamu kan warga Negara yang baik, homat terus pada bendera.,
sampai-sampai kamu nggak memperhatikan kondisimu. Kamu pingsan deh di lapangan.
Malu-maluin aja. Untung ada yang nolong” ucapnya. Sepertinya dia tau apa yang
ada dipikiranku.
“trus yang nolong aku siapa?”tanyaku
“menurutmu?” dia justru balik bertanya.
“aku balik ke kelas dulu ya. Nggak enak ninggalin pelajaran.
Bye, cepet sembuh ya”. Dino berlalu keluar dari UKS dan menuju kelasnya. Aku
masih penasaran, siapa yang rela menolongku? Baik banget dia? Dino? Atau ….
***
Malam ini Dino mengajakku hangout. Sebenarnya aku males
jalan bareng dia. Tapi tak apalah, itung-itung refreshing karna seminggu ini
seakan jadi penjara bagiku. Tugas se bukit barisan, ulangan antre bejibun.
Selama perjalanan, aku ngga banyak bicara dengan dia. Selalu dia terlebih
dahulu yang memulai percakapan. Selama hangoutpun aku juga nggak merengek minta
di belikan ini itu. Hingga Dino mengajakku ke sebuah restoran Jepang. Dia
benar-benar tahu makanan kesukaanku. Dino memanggil salah satu peayan dan
memesan makanan. Kemudian pelayan itu pergi. Kulihat sekeliling restoran ini.
Nggak terlalu ramai,lampunya pun agak redup, sehingga memberikan efek romantis.
Aku melirik Dino. Tampaknya dia tak memperhatikanku. Pandangannya menuju salah
satu pelanggan yang sedang menikmati makanannya di restoran ini. Akupun menoleh
sesuai apa yang diapandang oleh Dino. Tampaknya, pelanggan yang dipandang Dino
adalah seorang gadis canti yang sedang duduk bersama pacarnya. Aku melirik Dino
lagi. Dia masih tetap pada posisi seperti tadi, masih memandangi dua insan yang
sedang bercinta.
“fira”
“iya?”, jawabku pada Dino yang tiba-tiba menanyaiku.
“will you be mine?” tanyanya sambil membawakan sebuah
liontin yang cantik. Aku hanya diam tanpa kata, hatiku berdegub kencang. Sebenarnya,
akupun mulai menyukainya. Nggak pernah terfikirkan bahwa Dino akan menembakku
seperti ini. Yang aku pikir, Dino adalah sesosok pria tampan yang memiliki
cinta monyet. Beberapa bulan lalu, dia menyatakan cinta padaku, namun aku tak
menanggapinya, karna pada waktu itu, aku masih menggandeng pacar. Namun
sekarang, aku tak lagi menggandeng pacar. Tak lagi juga memiliki gebetan. Dino
menembakku disaat yang tepat.
“maaf Dino, aku nggak bisa” jawabku singkat. Aku bergegas
keluar restoran, dan berlarian kecil menuju parkir mobilku. Aku tau Dino mengejarku.
Tapi aku berusaha lepas dari pengejarannya.
Aku bingung dimana mobilku terparkir. aku terus berlarian kecil mencari
pintu keluar menuju perkir mobll. Namun tak juga menemukannya. Hingga Dino
berhasil meraih tanganku, namun aku menepisnya. Aku ingin pulang. Aku ingin
menata hatiku yang masih berantakan tidak karuan. Namun Dino tetap tak mau
melepaskanku. Dia tak rela jika aku pulang sendiri mengendarai mobil denga hati
yang masih kacau ini.ntah mengapa, aku berjalan terus hingga menemukan pintu keluar,
namun bukan pintu keluar menuju prkir mobil, tapi justru pintu utama, dimana
taxi-taxi berhenti, dan menunggu penumpangnya.
Aku terus berjalan diikuti Dino. Dia berusaha menjelaskanku
dan meminta maaf padaku berkali kali, namun aku tak menggubrisnya. Aku terus
berjalan yang mulai tak menentu arahnya. Kini aku dan Dino berada di sebuah
gang kecil yang aku juga tak tau sebelumnya. Semakin aku berjalan menyusuri
gang ini, semakin sepi pula. Ku hentikan langkahku ketika aku mengetahui ada 3
orang yang bertampan seram berada didepanku. Dinopun juga menghentikan
langkahnya. Aku tau, 3 orang ini adalah preman. Aku berusaha membalikkan badan
dan berlari sekuat tenaga. Dinopun melakukan hal yang sama denganku. Highheles
yang ku pakai membuat kakiku sakit ketika brlari. Aku tak tahan. Aku berusaha
melepas sepatuku. Namun 3 orang itu berhasil menangkapku. Aku tertangkap dan
tak bisa berbuat apa-apa. Dino telah berlari jauh. Aku berteriak memanggilnya.
Aku nggak tau apa yang harus ku perbuat. Aku pasrah. Kekuatanku tak sebanding
dngan kekuatan ketiga preman liar ini. Kulihat Dino menghentikan langkahnya,
dan berbalik arah ingin menolongku. Dia melawan kedua preman ini, sedangkan
yang satunya memegangi tanganku. Aku ingin membantu Dino mengalahkan
preman-preman busuk ini. Namun apalah dayaku. Untuk melepaskan dari genggaman 1
preman saja aku tak bisa. Dino tak telalu pintar berkelahi, dia juga bukan anak
silat. Dino dihabisi oleh kedua preman itu. Dino lemas. Aku berteriak minta
tolong. Namun tak ada seorangpun yang menolongku, sekalipun ada orang yang
melihatku. aku menangis sekencang-kencangnya. Untung ada sekelompok orang yang
tiba-tiba menolongku dan menyerang ketiga preman itu. Aku berterima kasih
kepada sekelompok orang yang menolongku. Aku berlari menemui Dino. Aku segera
menelpon taxi untuk membawa Dino ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan ke rumah
sakit, aku menangis tak henti-hentinya. Sepanjang perjalanan itu pula, Dino
berusaha berbicara padaku. Dia meminta maaf padaku atas kejadian yang terjadi
malam ini. Dia juga mengatakan, bahwa dia berjanji akan berlatih silat untuk
selalu menjagaku dimanapun aku berada. Dia rela tak menjadi pacarku, asalkan
dia mampu menjagaku kapanpun. Tak lama kemudian, Dino menghembuskan nafas yang
terakhir.
Air mataku pun mengalir deras. Aku benar benar menyesal.
Andai aku melupakan pangeran hatiku dahulu dan menerima cinta Dino, kejadian
buruk tak ini tak kan menimpa Dino dan aku. Ketulusannya mampu mengubah rasa
benciku menjadi rasa cinta untuknya.setiap kebaikannya, benar-benar menyentuh
hatiku. Namun rupanya, aku terlalu
gengsi untuk mengatakannya pada Dino. Selamat jalan Dino. Aku akan slalu
menyayangimu sekalipun kau tak lagi di sisiku. Ini adalah penyesalanku,
penyesalan terdalam dalam hidupku …