Minggu, 28 Agustus 2016

Aku Takkan Jatuh Cinta Lagi


Kita kenal, kita sahabat. Semenjak kita dipertemukan di ekskul SMA, kita selalu ketemu. Meski di awal aku sudah mendengar banyak cerita tentangmu, aku tetap saja canggung saat pertama kali kita saling menyapa. Dulu memang kamu masih menjadi pangeran di hati seseorang. Pernahku diajak dewi hatimu menontonmu bermain futsal. “fira, liat dimas nonton yuk” ajaknya dia padaku. Aku hanya membalas senyuman dan membuntutinya menuju lapangan. Melihat kamu dengannya memang mampu membuatku hopeless mendapatkanmu. Begitu saling mendukung dan saling ada. Ah sudahlah. Aku hanya mengkhayal memilikimu.

Hari demi hari berganti, meski aku tak sekelas denganmu, tapi kita selalu dipertemukan di hari jumat, hari dimana kita berkumpul untuk ekskul yang sama. Bercerita, belajar dan bercanda bersama. Aku tak pernah tak jatuh cinta ketika melihat senyummu. Semenjak itulah aku sadari harapanku semakin tak akan mampu menjadi nyata. Pernah kita berjuang demi membawa nama Smansa, di Surabaya, saling bersaing dengan peserta lain dari berbagai kabupaten dalam sebuah ajang perlombaan. Perjalanan 145 kilometer yang begitu lama namun mengasyikkan, perjalanan yang sebenarnya membuatku mabok dan pusing. Hingga tibalah di sebuah gedung, dan aku melihat dimana cita dan cinta bersatu. Cita-cita satu, menang. Dan cinta, cinta yang tak pernah terungkapkan. Cinta yang tumbuh semenjak aku mengenal namamu dan melihat senyummu.

Tak terasa hingga akhirnya kini kita berada di kelas 3, dimana ketika ego dan cinta monyet dinomor kesekiankan. Bukannya tak lagi menyukaimu, hanya saja aku lebih mementingkan masa depanku. Namun entah mimpi atau nyata, kita punya cita-cita yang sama dan menginginkan sekolah di tempat yang sama. Mana mungkin ini bisa terjadi? Bagaimana mungkin aku semakin gila menyukaimu karna banyak persamaan diantara kita ? sedang disisi lain aku benar-benar merasa tak pantas bersanding denganmu. Kamu begitu perfect, sedangkan aku ? aku bahkan biasa-biasa saja, tak sepandai kamu, tak secantik pacarmu. Tapi aku selalu yakin, setiap kejadian terjadi karena sebuah alasan.

Dan kini benar, kita berada di kota yang sama untuk merebutkan kursi di fakultas yang sama dengan alasan yang sama pula. Jujur, hari ini unbelievable bagiku. Kita berada di kursi yang bersebelahan dalam sebuah travel yang membawa kita ke Semarang. Lika-liku jalan tak pernah membuatku jenuh dalam perjalanan itu. Dan sekarang, aku benar-benar merasa bahwa cita dan cinta semakin terlihat. Entah apa yang membuatku berpikiran seperti itu.

Hari yang kita nantikan akhirnya datang juga. Hari dimana memisahkan kita dalam jarak. Kamu diterima, dan aku tidak. Menyedihkan. Namun aku tak pernah menyesal, karna aku pernah berjuang bersamamu, mewujudkan cita yang sama. Aku sadar, sampai kapanpun aku tak akan pernah menggantikan dia dalam hatimu. Meski telah lama ku dengar kabarnya kau putus dengannya. Setiap orang berhak jatuh cinta, dan setiap orang berhak memilih. Meski cinta ini tak pernah terungkap, dan bahkan kau pun tak pernah menyadarinya, namun cinta tetap hadir disetiap ku melihat senyum manismu.

Dan pada akhirnya, kita akan tetap bersama, dalam batas sahabat. Sahabat dari sejak pertama kali aku mendengar namamu, melihat senyummu, berdiskusi bersama, dan berjuang bersama mewujudkan cita bersamamu. Aku bahagia menjadi sahabatmu, sesuatu anugerah yang tak pernah ada kata putus. Dan Terimakasih pernah hadir dalam hidupku, mewarnai hari-hari di SMA ku, dan mengajariku arti persahabatan sesungguhnya, hingga kita menggandeng pasangan hidup kita masing-masing.

tak akan hancur sebuah persahabatan bila didalamnya tak ada yang jatuh cinta. dan aku, tak akan jatuh cinta lagi untuk menghancurkannya :)

Jumat, 04 Maret 2016

Ketika Rindu Memanggil Namamu

Time runs fast. Segalanya berubah. Termasuk aku dan dia. Semenjak itu, semuanya berubah. Ini semua salahku, aku yang menghianatinya. Berpaling dan meninggalkannya. Tapi ketahuilah, ini bukan mauku.

Satu hal yang tak pernah aku kira adalah, dia tak pernah marah. Sekalipun aku keterlaluan, hingga membuat kesalahan yang fatal, dia tak juga memarahiku sedikitpun. Dan aku selalu merasakan getaran cinta disetiap sikapnya, tak pernah berubah meski aku telah menghancurkan semuanya. Aku tahu, kata maaf tak akan pernah mampu menebus kesalahanku padanya.

Memang benar, cinta datang dari hati. Seharusnya aku sadar, dari awal memang dia yang terbaik. Sekalipun banyak di luar sana yang terlihat lebih berkilau. Hanya saja saat itu aku terpukau dengan pria lain. Tapi bukankah setiap orang berhak mendapatkan kesempatan yang kedua? Bukankah disetiap kesalahan akan ada hikmah ?

Namanya deo, lelaki wibawa yang tak pernah sanggup untuk membuatku menangis. Lelaki sejati yang selalu mementingkan pendidikan dan organisasi diatas segalanya, hingga sering kali lupa, ada sesosok wanita yang senantiasa menunggu kabarnya, aku. Aku mengenalnya sejak 6 tahun yang lalu , bertemu sapa di akun social media facebook, dimana kami hidup di jaman alay. Hingga tumbuhlah kisah kasih diantara kami. Sejak 5 tahun yang lalu, dia menungguku. Entah menunggu untuk apa, untuk menjadi pacar atau istrinya #ehh

Semenjak aku mengkhianatinya, dan sadar akan kesalahanku, aku semakin yakin, dialah yang terbaik untuk masa depanku. Sikapnya yang mampu meluluhkan hatiku, bahwa cinta hadir dalam hati, bukan dari harta maupun tahta. Dialah yang membuatku sadar akan arti kesetiaan. Setiap kali ada pria lain yang singgah dihatiku, entah mengapa dirinya selalu memiliki tempat spesial dihatiku, yang tak pernah bisa tergantikan posisinya oleh pria lain. Dia dia dia, hanya dia yang mampu membuatku benar-benar terpukau.

Berharap memilikinya lagi ? pasti. Tapi aku sadar, tak satupun di dunia ini milikku, termasuk jiwa raga ini. Lalu apakah aku pantas memilikinya ? hanya Tuhan yang mempu menjawab.

Mencintainya? Sangat. Ingin ku ulangi cerita dari awal, merajut cinta murni yang sebenarnya, menebus segala kesalahanku.

Rindu? Selalu. Tapi aku sadar aku tak sanggup melakukan apapun untuk melawan rindu. Menghubunginya pun terasa hina ketika aku ingat akan semua salahku.
Dan ketika aku merindukannya, aku hanya bisa berdoa kepada Sang Maha Cinta, menitipkan rindu agar sampai kepadanya, memohon agar aku dapat memantaskan diri bersanding dengannya, menjadi ratu dihatinya.


Senin, 23 Juni 2014

Terima Kasih, Tuhan

Terima kasih, Tuhan
Engkau tidurkan aku semalam, dan Kau bangunkan aku dan menghapus lelahnya tubuh ini
Engkau hembuskan nyawa dalam tubuhku, Engkau tiupkan oksigen dalam paru-paruku
Engkau hadiahkan kepadaku udara yang segar dan pagi yang amat indah
Engkau karuniakan aku mata untuk melihat ciptaan-Mu

Terima kasih, Tuhan
Engkau berikanku kaki untuk berjalan, sehingga aku mampu melangkah melewati waktu
Engkau ajarkanku kedewasaan melalui cobaan yang Kau berikan
Engkau ajarkanku arti sebuah tanggung jawab melalui amanah-Mu
Engkau ajarkanku kasih, sayang dan cinta-Mu melalui hamba-hamba-Mu yang teramat menyayangiku

Maaf, Tuhan
jika selama ini aku terlalu sombong dengan kebradaanku
aku sering melupakan-Mu
aku terlena dengan kenimatan dunia yang tak kekal ini

Tuhan, mohon maafkanlah aku
jika selama ini aku baru sadar bahwa banyak orang yang peduli denganku
menyayangiku
mencintaiku
dan bahkan berdoa untukku
bahkan mungkin aku sering mengecewakan mereka
membuat sedih mereka
tak peduli dengan mereka

Tapi kini aku sadar, Tuhan
bukan saatnya main-main
ini saatnya aku berubah
membuat mereka bahagia
tertawa
tersenyum
dan melukiskan senyuman manis diwajah mereka

Tuhan, ku mohon, ampunilah aku dan kabulkanlah doaku
Aamiin :)

Minggu, 15 Desember 2013

Laksanakanlah tugas sucimu, Sayang

Malam ini, Rama mengajakku jalan. Entahlah, aku merasa sangat senang dengan ajakannya. Mungkin karena akhir-akhir ini, banyak tugas yang mengajakku kencan. Rama selalu mengalah dengan tugas-tugasku itu. Dia adalah tipe cowok yang mengutamakan pendidikan daripada segalanya. Oleh karna itu, tiap kali aku mengerjakan tugas, dia selalu membantuku, atau minimal dia tak mau menggangguku.

Sebenarnya, aku selalu ingin ditemani olehnya ketika aku mengerjakan tugas, setidaknya bbm aku. Tapi aku tak pernah berani menyatakan permintaanku itu. Aku takut bila dia marah dan justru meninggalkanku. Aku sangat mengagumi dirinya. Dia terlahir dari orang yang berada, tetapi tidak ada kesombongan sedikitpun dalam dirinya. Apapun dia lakukan dengan sederhana, termasuk mencintaiku. Aku suka caranya mencintaiku. Sederhana, tapi indah. Dia slalu mengerti keadaanku, romantis, dan penyayang. Dia pula termasuk golongan orang penyuka cupcake. Terkadang, aku membuatkannya cupcake, walaupun masakanku terbilang tak enak, tapi dia selalu menghargai usahaku.

Tepat pukul 19.00 Rama menjemputku. Dengan mengendarai mio putihnya itu, dia membawakanku sebuah boneka yang besar. Bahkan lebih besar dari aku. Aku tak dapat membayangkan bagaimana dia membawa boneka sebesar itu untukku. Sungguh, aku sangat senang menerima boneka pemberiannya itu. Kucium boneka itu, lalu kuletakkan di kamar tidurku. Aku bergegas menemuinya kembali, dan pergi bersamanya malam ini.

Hujan rintik-rintik memang membuatku sedikit kedinginan, tapi justru itulah yang membuat kami terlihat romantis. Tak lama perjalanan, Rama memberhentikan motornya di depan sebuah restoran sea food. Dia menggandengku, membawaku masuk ke dalam restoran itu. Sejenak ku lihat wajahnya. Tak terlalu tampan, namun manis. Ku lihat ada kebijaksanaan dalam matanya. Itu pula yang kudapat di dalam kehidupan nyata.

Aku memesan nasi goreng, sedangkan Rama memesan lobster bakar keju. Kami makan bersama, di temani lilin-lilin kecil. Aku merasakan sesuatu yang istimewa. Inilah Rama, sosok cowok yang tak dapat tebak, namun penuh dengan kejutan. Kami saling bercanda dan tertawa bersama-sama. Aku merasakan kehangatan ketika aku berada di dekatnya. Senyumnya yang menawan itu benar-benar menggodaku untuk terus memandanginya.

Seusai makan, Rama mengajakku berbicara. Awalnya, aku kira dia mengajakku bercanda lagi, sehingga aku pun tak menanggapinya secara serius. Rama sedikit menaikkan suaranya, menandakan bahwa dia ingin berkata serius. Aku pun diam dan mulai menanggapi keseriusan itu.

Ketika Rama memilai perkataannya, hatiku mulai terasa gundah. Dan kini air mata menetes deras, lebih deras daripada rintik hujan tadi.
"Fira, lusa aku akan pergi ke Palestina. Negara mempercayaiku untuk membantu rakyat Palestina dalam menghadapi Israel. Mungkin, kita harus berpisah selama 2 bulan dan kita akan bertemu di tahun depan. Itupun jika aku selamat dari tembakan maut tentara Israel. Maukah kau menanti kedatanganku?"

Aku hanya diam. Air mata menetes semakin deras. Aku tak mampu berkata apa-apa. Rama mengambil tisu dan mengusap air mataku secara perlahan. Lembut.
"Aku tau ini berat, tapi aku tak dapat menolak perintah ini. Aku harus berjuang. Prajurit tak berani bertindak tanpa perintah dari pimpinannya. Dan aku sebagai pemimpin harus bertanggung jawab atas perintah ini. Ini adalah tugasku, tugas suci yang harus kuemban. Ku mohon, berhentilah menangis. Dukung dan doakan aku".

Aku menatap wajahnya. Ku lihat matanya memohon agar aku berhenti menangis. Ku usap air mataku, dan aku mencoba untuk menghentikan hujan di mataku.
"Maaf jika aku terlalu egois yang selalu menginginkanmu berada disampingku. Pergilah dengan berani. Selamatkan rakyat Palestina. Aku akan selalu mendoakanmu dan menunggumu disini. Selamat berjang, Sayang".
Rama memelukku dengan erat. Inilah perpisahan yang sama sekali tak kuinginkan. Namun, tugas tetaplah tugas, dan Rama harus berjuang melaksanakan tugasnya

Semenjak kepergiannya ke Palestina, dunia terasa hampa bagiku. Tak ada lagi yang mengajakku jalan atau sekedar makan bersama. Rama. rama dan rama yang selalu kurindukan. Tak ada komunikasi untuk 2 bulan kedepan. Namun, aku selalu berharap ada pesan di handphone ku, dan dan berharap pengirimnya adalah dirinya. Hari-hari berat kulewati sendiri. Tiap kali aku mengadu di atas sajadah, selalu kusebut namanya. Aku akan selalu menunggunya. Dan aku percaya, Rama akan kembali lagi.


Minggu, 16 Juni 2013

Pergi Saja

Lagi-lagi turun hujan di wajahku. Entah mengapa pelupuk mataku tak kuat lagi membendung air hujan yang ingin keluar dan membasahi wajahku. Untuk kesekian kalinya, aku menangis lagi. Menangisi dia. Pria yang tampan yang menjadi pangeran hatiku selama 11 bulan ini. Akupun tak paham alasan yang mendasari putusnya hubunganku dengannya. Ia hanya pergi tanpa meninggalkan pesan. Aku telah berulang kali mencoba menemui dan menghubunginya, tetapi aku tak pernah berhasil.

Kulihat jam dinding yang bertengger di kamarku. Bentuknya Doraemon, tokoh kartun yang menjadi idolaku sejak dulu hingga kini. Warnanya biru, melambangkan arti kesetiaan. Ku dapat jam dinding itu darinya. Ia memberiku sebagai lambang kesetiaan, biru. ya biru! Namun hingga kini, aku tak percaya arti tertentu dibalik sebuah warna. Memang dulunya aku sangat mempercayainya, karena ia sanggup menemaniku hingga 11 bulan. Namun kini tiada lagi kisah indah yang dulu. Dia tak lagi hadir dalam hidupku. Dan aku, hanya menangisi kepergiannya tanpa tahu alasan mengapa ia pergi meninggalkanku.

Detik demi detik berlalu, menit demi menit berlalu, hingga hari demi hari berlalu. Aku masih saja menangisi pangeran yang pernah mengisi hatiku. Dia, dia, dan dia! Hanya dia yang ada dalam pikiranku. Memenuhi seluruh ruang otakku. Mengapa aku tak mampu melupakannya? aku tak tahu. Mungkin hanya 1 jawaban yang mampu menjawab pertanyaan itu, "aku sangat mencintainya". Ya! jawaban mantab dari hatiku, utuk pertanyaan yang kurasa sangat sulit untuk dijawab. Ku buka lagi lembaran-lembaran indah saat bersama dirinya. Makan bersama, hangout hingga mengerjakan tugas sekolahpun juga bersamanya. Satu hal yang paling aku benci ketika mengingat segala hal tentangnya, menangis. lagi-lagi aku menangis.

Hari telah pagi. Terdengar suara burung-burung berkicau. Cahaya matahari menembus kamarku melewati celah-celah daun yang berada di depan kamarku. Masih tercium bau hujan semalam. Aku terbangun dari tidurku. Rupanya, semalam aku tidur di meja belajarku. Kutemui album foto yang basah. Ku lihat pula diaryku juga tak kering. Aku heran. Setauku, kamarku tak pernah bocor ketka hujan turun. Ku lihat langit-langit. Tak ada bekas tetesan hujan. Artinya, kamarku tak bocor, lalu, mengapa album foto dan diaryku basah? Aku berusaha mencari tahu air yang membasahi kedua benda yang selalu ku buka tiap harinya. Hingga aku melewati cermin di sebelah meja belajarku. Rasanya ada yang janggal dengan cemin itu. Atau lebih tepatnya, benda yang sedang becermin. Aku! Ya, kini aku tahu. Ternyata, aku sendiri yang membasahi album foto dan diaryku dengan air mataku yang turun deras seperti hujan semalam.

Beruntung hari ini adalah hari minggu. Aku tak perlu buru-buru mandi untuk pergi ke sekolah. Namun, aku berniat untuk pergi ke sebuah salon yang menjadi langgananku. Aku ingin merapikan rambutku yang kurasa terlalu panjang.

Sesampainya di salon, aku disambut dengan pegawai salon. Arni namanya. Dia selalu menyambutku dengan ramah ketika aku berkunjung ke salon yang terletak di salah satu mall di Semarang itu. Tanpa basa-basi, aku menyampaikan maksudku untuk merapikan rambut sekalian creambath. Di sebelah kananku, ada seorang wanita pelanggan juga. Rupanya, ia sedang merebonding rambut panjangnya. Dipegangnya majalah fashion remaja seumuranku. Aku menjadi tertarik untuk membacanya. Namun sayang, majalah itu berada di tumpukan sebelah kanan wanita cantik itu. Aku memanggilnya dan meminta tolong mangambilkan majalah fashion yang berada tidak jauh darinya itu.

Wanita itu sangat ramah. Ia mengambilkanku beberapa tumpuk majalah fashion yang ku inginkan. Baru saja aku membuka beberapa lembar halaman, ia mengajakku mengobrol. Aku berusaha menghargainya, sekalipun aku ingin melihat-lihat isi majalah yang ku pegang.

Aku mendengarkan setiap detail ceritanya. Dia juga bercerita tentang pacarnya dan hubungannya yang telah terjalin 3 bulan terakhir ini. Entah mengapa, ketika wanita itu menceritakan segala hal mengenai pacarnya itu, aku lagi-lagi mengingat dia, mantan pengeran hatiku. Aku hanya tersenyum pada wanita itu, dan akupun menceritakan apa yang terjadi pada hubunganku denganannya. Sebuah cinta yang indah namun kandas. Wanita itu terlihat sedih mendengar ceritaku. Hampir saja ia menitikkan air matanya, tiba-tiba pacarnya datang menemui wanita itu. Ku lihat sosok pria yang menjadi pacar seorang wanita cantik yang berada di sebelah kananku. Aku tak asing dengan pria tersebut. Ku raih tas ku, dan aku segera membayar biaya potong rambut. Kulangkahkan kakiku keluar salon dengan cepat. Tak peduli banyak orang yang melihatku berjalan cepat sambil menitikkan air mata. Pria itu mengikutiku dan berusaha meraih tanganku. Berkali-kali aku menepis tangannya itu. Dia mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Namun aku tak menggubrisnya. Ternyata, pria yang selama ini menjadi pangeran hatiku, telah menggantikan posisiku dengan wanita lain. Lalu buat apa aku menangisinya selama ini? hanya sebuah penyesalan telah membuang air mataku secara cuma-cuma..

Kamis, 23 Mei 2013

Penyesalan Terdalam



Hari ini tanggal 22 mei, artinya tepat 3 bulan aku putus. Hmmm. Tapi aku nggak tau mengapa, bayang-bayangnya slalu mengisi ruang otakku. Inikah yang dinamakan cinta? Cinta semu yang tak tahu kapan akan berakhirnya.

Ku letakkan guci indah yang berlukiskan namaku dengan namanya. Guji yang diberikanku tepat 2 tahun anniversaryku dengannya. Ntah mengapa, hampir setiap aku lelah, aku slalu memandangi guci itu. Bentuknya sederhana. Nggak terlalu mewah juga. Ukurannya juga tak terlalu besar, tapi cocok untuk mengisi bufetku yang masih kosong. Guci itu juga yang menjadi teman curhatku ketika aku menangisi pemilik aslinya, dia. Rupanya, aku masih terlalu cinta padanya. 3 bulan pun nggak cukup untukku melupakan segala hal tentangnya. Kebersamaanku dengannya seakan menjadi kenangan abadi yang tak pernah bisa musnah dari pikiranku. Mungkin itulah yang menyebabkan aku masih sering merindukannya, sesosok pria sempurna yang pernah menjadi pangeran hatiku.

Teringat 3 bulan yang lalu, ketika hari dimana dunia terasa runtuh bagiku. Keputusannya yang bulat membuatku tak mampu berdiri. Putus. Ya! Satu kata yang sangat menyakitkan bagiku, keluar dari mulut seseorang yang teramat sangat aku sayangi. Tentu saja aku telah mencegahnya. Namun saja tak bisa. Dia tipe orang yang berpendirian teguh. Sekali putus tetap putus. Pernyataan itu keluar hanya karena aku lupa menepati janjiku dinner bareng dia. Kesalahanku pun benar-benar tak ku sengaja. Karna pada malam itu aku benar-benar merasa kedinginan karna tubuhku basah kuyub terkena hujan deras yang mengguyur kotaku. Hingga malam lewat, aku sama sekali tak ingat bahwa aku mempunyai jani dengan kekasihku. Ya begitulah. Akibat yang ku tanggung akibat perbuatanku. Sebuah penyesalan yang tak tahu kapan akan berakhir.

Dia adalah pria idamanku. Aku tahu, tak ada manusia yang sempurna, namun aku melihanya. Dia teramat sangat sempurna. Tampan, pintar, kaya, bijaksana, gentle, pengertian, dan tentunya dia sangat setia. Namun sayang, 1 hal yang sangat tak kusukai darinya. Kesibukannya. Dia sangat sibuk. Apapun dia dengan sempurna, sekalipun apapun yang dia kerjakan menghabiskan waktuku bersamanya. Mulai dari tugas sekolah, ekskul, maupun kegiatan OSIS dia lakukan dengan sempurna. Tak heran jika dia selalu mendapatka predikat A. Namun, sekalipun  aku membenci kesibukannya, tapi justru itulah yang membuatku bangga terhadapnya. Dan aku sangat beruntung pernah menjadi pacarnya, meski kini dia tak menjadi milikku lagi.

Dan kini, guci itu kupandangi lagi. Seakan menjadi tontonan wajibku setiap hari. Ah sudahlah. Aku berusaha melupakannya. Sesusah apapun itu akan kucoba. Ku matikan lampu kamarku, dan ku tarik selimutku. Selamat malam.
***
Hari ini benar-benar penat bagiku. Tugas menumpuk ditambah ulangan yang mengantre membuatku ingin hangout ke mall. Ingin ku berteriak kencang. Arrrggh. Buat apa juga aku berteriak kencang seperti itu. Seperti orang gila saja. Huft. Kulihat layar handphone-ku. Ada notification. 1 bbm. Dino! Aaarrggh kenapa Dino sih? Kenapa dia selalu datang disaat aku ladi bete? Bikin tambah bete saja ini anak. Apalagi bbmnya sama sekali nggak penting. Fira udah makan belum? Hello? Mau aku makan atau tidak bukan urusannya kan? Heran ini aku sama satu anak ini. Tiap pagi siang malam selalu nanya gitu. Kalo nggak ya, gnite fira, have wonderful dream ya. Ini kenapa anak selalu bbm itu ya? Padahal aku udah sering nggak bales bbmnya. Masih aja dia ngirim gitu. Nggak capek apa? Aku aja yang baca udah capek!
***
Lagi-lagi aku memandang guci itu. Ntah mengapa kali ini aku ingin membawanya ke taman depan rumah. Duduk di sambil kolam sambil membawa guci itu. Oh indahnya. Andai saja dia ada disini saat ini, menemaniku menjalani hari-hariku, pasti akan terasa lebih indah. Gemericik air kolam dan kupu-kupu yang berterbangan ditaman akan menjadi saksi cinta kita. Andai saja..

Bunyi telpon memaksaku untuk meninggalkan kolam dan bergegas menemuinya. Kuletakkan guci cantik itu di pinggir kolam, lalu aku masuk runah untuk mengangkat telpon.
“halo? “
“hay fira, ini aku Dino. Boleh nggak aku pinjem buku Sejarahmu? Kemarin aku kan ngga masuk, aku takut ketinggalan pelajaran”
“boleh. Kapan?”
“sekarang ya. Bye”
tut tut tuuuuttt. Dasar ini anak! Main tutup telpon saja. Sebel banget. Ini anak ngganggu aja deh.
Kulupakan guciku. Segera aku pergi ke kamarku untuk menyiapkan catatan sejarah yang akan dipinjam oleh si Dino, tetangga sekalian temen sekelasku. Sebenernya sih aku enggan minjemin buku, karna aku tau, dia hanya modus biar bisa ketemu aku. Dino kan suka aku.
***
‘fira, tok tok tok”
“masuk!” jawabku. Pasti Dino. Cepet banget tuh anak datengnya? Perasaan baru aja nutup telpon, eh sekarang udah sampai rumahku. Aduuh, mana sih catetanku? Kok nggak ada? Seingetku aku taruh di meja belajar, tapi kok nggak ada ya?

Ah, akhirnya ketemu nih buku! Segera aku keluar kamar untu menemui Dino. Kulihat dia duduk di pinggir kolam. Tanggannya sedang memegang guciku. Aku setengah terkejut.
“ini bukunya, maaf lama”
“iya, makasih ya fir. By the way, ini guci dari siapa fir?”
“bukan urusanmu!”. Aku jawab ketus. Kurebut guciku dari tangannya.
“pyarrrr!!”
Ya ampun, pecah! Aku dorong Dino keluar rumah. Aku sebel dengan dia. Aku benci dinooooo!!
Andai dia nggak pinjam guciku, pasti guci ini nggak akan pecah. Dino menawarkan bantuannya untuk memunguti pecahan guci ini. Tapi aku menolaknya.
“maaf fira, aku bener-bener nggak sengaja” ucap Dino polos. Aku nggak pernah tahu sebelunya ada seorang cowok meminta maaf setulus Dino. Aku sempat memandangnya sesaat. Namun rupanya rasa benciku mengalahkan rasa kasihanku padanya. Aku benci Dino! Aku memunguti pecahan guci dengan sabar. Hadiah terindah dari mantanku kini tak ada lagi. Guci ini telah pecah. Air mataku pun menetes tak henti-henti. Maaf guci, maaaaffff L
***
Hari ini ulangan matematika jam pertama! OMG, aku harus sampe sekolah jam setengah 7. Aku bergegas mengambil kunci mobil dan segera menuju garasi. Ku coba menyalakan mesinnya. Nyala! Yesss? Kukemudikan pelan. Aku merasa ada yang nggak beres dengan mobil merahku ini. Kenapa tarikan gasnya berat ya? Aku keluar mobil dan menge-check ban. Ya ampun, kenapa bisa bocor sih? Kenapa ban ini bocor disaat yang nggak tepat? Aku ulangan matematika. Oh Tuhan, apa yang harus ku perbuat? Aku masuk lagi ke mobil. Ku masukkan lagi mobil kesayanganku ke dalam garasi, lalu aku meninggalkannya. Aku berlarian kecil menuju depan rumah. Berharap ada taxi lewat. Meang sih, jarang ada taxi lewat depan rumahku. Paling sehari Cuma ada 7. Itupun nggak tentu jamnya. Ojek juga jarang banget. Mau keluar perumahan, tapi jauh.aaarrrgghh! sial banget aku hari ini.

Waktu terus berputar. Ku lihat jam tanganku. Jam 6.45! OMG. Daritadi nungg taxi lewat, tapi nggak ada yang lewat juga. Nggak tau kenapa, tiba-tiba Dino datang dengan motor matiknya dan berhenti tepat di depanku untuk menawari berangkat sekolah bareng. Aku hanya diam. Sebenernya aku masih kesel sama dia gara-gara guci kemarin.
“beneran nggak mau? Yaudah” tawar Dino cuek. Kemudian dia berlalu.
“eh eh Dino, tunggu! Iya deh. Aku mau”. Jawabku. Sebenernya aku benar-benar malas nebeng si Dino. Iya memang di cakep sih, perhatian, tinggi juga, tapi ya gitu deh. Aku ngga suka aja dengannya.
***
Huft, untung aja tadi ada Dino, coba kalo nggak? Pasti aku udah di hukum sama pak Wow. By the way, kenapa aku jad mikirin dia ya? Ah sudahlah! Lupakan fira. Aku berusaha menghapus pikiranku tentangnya. Eh tapi, kalo ku pikir-pikir, Dino juga cakep sih, tinggi. Anak basket juga. Kalo perhatian, ya perhatian. Lebih perhatian daripada pangeranku sebelumnya. Baik, pinter pula. Aduh, kenapa aku jadi mikirin dia sih? Aku nggak lagi jatuh cinta kan?
***
Ya ampun! Gerbang sekolah udah ditutup, aku telat! Ini pasti gara-gara tadi malam keasyikan ngisi blog, paginya bangun kesiangan, dan akhirnya telat masuk sekolah deh. Aku nggak bisa ngebayangin hukuman yang diberikan pak Wow, guru matematika yang super rajin dan disilin. Setengah 7 udah stand by di depan gerbang untuk memeriksa satu-persatu perlengkapan seragam muridnya, sekaligus yang memberikan hukuman bagi siswa-siswinya yang terlambat masuk kelas. Dan salah satunya adalah aku.
Gerbang udah ditutup. Akibatnya mobilku nggak bisa masuk sekolah. Terpaksa deh, parker di depan sekolah. Pak Wow mulai menceramahiku. Kulihat jam, 7.05! hanya terlambat 5 menit, pasti ceramahnya 5 jam. Tapi untunglah, pak Wow nggak terlalu lama menceramahiku. Cukup setengah jam saja. tapi itupun sudah membuatku sangat kenyang, sekalipun aku belum makan pagi. Kini, hukuman yang aku terima adalah hormat kepada bendera hingga bel istirahat pertama bordering. OMG! Aku harus hormat bendera mulai jam 7.35 hingga jam 10? Mimpi apa semalam? Daripada hukumannya nambah, mending aku jalani aja hukuman dari pak Wow. Berat sih, apalagi yang telat hanya aku. Nggak ada temennya. Pasti aku jadi pusat perhatian. Aaaaaaa! Aku benci jadi pusat perhatian!
***
Kulirik jam ditanganku. Jam 9.34! artinya, sekitar setengah jam lagi aku selesai menjalani hukuman yang wow dari pak Wow. Dan sesuai dengan dugaanku. Si Dion lewat bersama satu temannya. Dia hanya tersenyum melihatku. Lalu dia mendekatiku.
“tetep semangat! Keep smile” bisiknya.
Aku hanya diam. Bibirku agak monyong sedikit. Manyun. Mana bisa aku tersenyum menjalani suatu hukuman yang teramat sangat memalukan ini? Dasar cowok aneh! Ku perhatikan langkahnya. Rupanya dia bersama temannya menuju toilet yang terletak dibelakang aula.
Ntahlah, mungkin karna aku belum makan pagi, perutku terasa mual. Kepalaku juga pusing. Aku tak lagi berdiri dengan seimbang. Semakin lama semakin mual dan pusing. Aku tak kuat lagi berdiri. Tiba-tiba ada sesosok orang yang menolongku. Aku tak tau siapa dia.
***
Kepalaku terasa sakit, penglihatanku kabur. Kulihat sekelilingku. Aku mengenal tempat ini. Tapi dimana? Kulihat pula sesosok pria yang duduk disampingku. Dan aku mengenalnya. Dino! Kenapa dia ada disini? Aku masih bingung. Ku lihat lagi ruangan yang ku tempati. Semakin ku lihat, semakin aku mengenalnya. UKS. Ya, aku ada di UKS.
“kamu udah bangun? Bagus deh.
Aku hanya terdiam memandangnya dengan penuh rasa penasaran.
“kamu kan warga Negara yang baik, homat terus pada bendera., sampai-sampai kamu nggak memperhatikan kondisimu. Kamu pingsan deh di lapangan. Malu-maluin aja. Untung ada yang nolong” ucapnya. Sepertinya dia tau apa yang ada dipikiranku.
“trus yang nolong aku siapa?”tanyaku
“menurutmu?” dia justru balik bertanya.
“aku balik ke kelas dulu ya. Nggak enak ninggalin pelajaran. Bye, cepet sembuh ya”. Dino berlalu keluar dari UKS dan menuju kelasnya. Aku masih penasaran, siapa yang rela menolongku? Baik banget dia? Dino? Atau ….
***
Malam ini Dino mengajakku hangout. Sebenarnya aku males jalan bareng dia. Tapi tak apalah, itung-itung refreshing karna seminggu ini seakan jadi penjara bagiku. Tugas se bukit barisan, ulangan antre bejibun. Selama perjalanan, aku ngga banyak bicara dengan dia. Selalu dia terlebih dahulu yang memulai percakapan. Selama hangoutpun aku juga nggak merengek minta di belikan ini itu. Hingga Dino mengajakku ke sebuah restoran Jepang. Dia benar-benar tahu makanan kesukaanku. Dino memanggil salah satu peayan dan memesan makanan. Kemudian pelayan itu pergi. Kulihat sekeliling restoran ini. Nggak terlalu ramai,lampunya pun agak redup, sehingga memberikan efek romantis. Aku melirik Dino. Tampaknya dia tak memperhatikanku. Pandangannya menuju salah satu pelanggan yang sedang menikmati makanannya di restoran ini. Akupun menoleh sesuai apa yang diapandang oleh Dino. Tampaknya, pelanggan yang dipandang Dino adalah seorang gadis canti yang sedang duduk bersama pacarnya. Aku melirik Dino lagi. Dia masih tetap pada posisi seperti tadi, masih memandangi dua insan yang sedang bercinta.
“fira”
“iya?”, jawabku pada Dino yang tiba-tiba menanyaiku.
“will you be mine?” tanyanya sambil membawakan sebuah liontin yang cantik. Aku hanya diam tanpa kata, hatiku berdegub kencang. Sebenarnya, akupun mulai menyukainya. Nggak pernah terfikirkan bahwa Dino akan menembakku seperti ini. Yang aku pikir, Dino adalah sesosok pria tampan yang memiliki cinta monyet. Beberapa bulan lalu, dia menyatakan cinta padaku, namun aku tak menanggapinya, karna pada waktu itu, aku masih menggandeng pacar. Namun sekarang, aku tak lagi menggandeng pacar. Tak lagi juga memiliki gebetan. Dino menembakku disaat yang tepat.
“maaf Dino, aku nggak bisa” jawabku singkat. Aku bergegas keluar restoran, dan berlarian kecil menuju parkir mobilku. Aku tau Dino mengejarku. Tapi aku berusaha lepas dari pengejarannya.  Aku bingung dimana mobilku terparkir. aku terus berlarian kecil mencari pintu keluar menuju perkir mobll. Namun tak juga menemukannya. Hingga Dino berhasil meraih tanganku, namun aku menepisnya. Aku ingin pulang. Aku ingin menata hatiku yang masih berantakan tidak karuan. Namun Dino tetap tak mau melepaskanku. Dia tak rela jika aku pulang sendiri mengendarai mobil denga hati yang masih kacau ini.ntah mengapa, aku berjalan terus hingga menemukan pintu keluar, namun bukan pintu keluar menuju prkir mobil, tapi justru pintu utama, dimana taxi-taxi berhenti, dan menunggu penumpangnya.

Aku terus berjalan diikuti Dino. Dia berusaha menjelaskanku dan meminta maaf padaku berkali kali, namun aku tak menggubrisnya. Aku terus berjalan yang mulai tak menentu arahnya. Kini aku dan Dino berada di sebuah gang kecil yang aku juga tak tau sebelumnya. Semakin aku berjalan menyusuri gang ini, semakin sepi pula. Ku hentikan langkahku ketika aku mengetahui ada 3 orang yang bertampan seram berada didepanku. Dinopun juga menghentikan langkahnya. Aku tau, 3 orang ini adalah preman. Aku berusaha membalikkan badan dan berlari sekuat tenaga. Dinopun melakukan hal yang sama denganku. Highheles yang ku pakai membuat kakiku sakit ketika brlari. Aku tak tahan. Aku berusaha melepas sepatuku. Namun 3 orang itu berhasil menangkapku. Aku tertangkap dan tak bisa berbuat apa-apa. Dino telah berlari jauh. Aku berteriak memanggilnya. Aku nggak tau apa yang harus ku perbuat. Aku pasrah. Kekuatanku tak sebanding dngan kekuatan ketiga preman liar ini. Kulihat Dino menghentikan langkahnya, dan berbalik arah ingin menolongku. Dia melawan kedua preman ini, sedangkan yang satunya memegangi tanganku. Aku ingin membantu Dino mengalahkan preman-preman busuk ini. Namun apalah dayaku. Untuk melepaskan dari genggaman 1 preman saja aku tak bisa. Dino tak telalu pintar berkelahi, dia juga bukan anak silat. Dino dihabisi oleh kedua preman itu. Dino lemas. Aku berteriak minta tolong. Namun tak ada seorangpun yang menolongku, sekalipun ada orang yang melihatku. aku menangis sekencang-kencangnya. Untung ada sekelompok orang yang tiba-tiba menolongku dan menyerang ketiga preman itu. Aku berterima kasih kepada sekelompok orang yang menolongku. Aku berlari menemui Dino. Aku segera menelpon taxi untuk membawa Dino ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, aku menangis tak henti-hentinya. Sepanjang perjalanan itu pula, Dino berusaha berbicara padaku. Dia meminta maaf padaku atas kejadian yang terjadi malam ini. Dia juga mengatakan, bahwa dia berjanji akan berlatih silat untuk selalu menjagaku dimanapun aku berada. Dia rela tak menjadi pacarku, asalkan dia mampu menjagaku kapanpun. Tak lama kemudian, Dino menghembuskan nafas yang terakhir.

Air mataku pun mengalir deras. Aku benar benar menyesal. Andai aku melupakan pangeran hatiku dahulu dan menerima cinta Dino, kejadian buruk tak ini tak kan menimpa Dino dan aku. Ketulusannya mampu mengubah rasa benciku menjadi rasa cinta untuknya.setiap kebaikannya, benar-benar menyentuh hatiku.  Namun rupanya, aku terlalu gengsi untuk mengatakannya pada Dino. Selamat jalan Dino. Aku akan slalu menyayangimu sekalipun kau tak lagi di sisiku. Ini adalah penyesalanku, penyesalan terdalam dalam hidupku …

Dibalas dengan Dusta



Pagi ini, aku merasa bahagia sekali. Ntah apa yang menyebabkan aku bahagia. Yang jelas, aku ingin tersenyum kepada siapapun agar mereka tau bahwa aku sangat bahagia pagi ini. Ku lihat handphone-ku, tak ada bbm dari dia. Tumben? Biasanya sebelum aku bangun tidur, sudah ada bbm dari dia. “Selamat pagi sayang..”. aku sampai hafal isi pesan singkatnya. Tapi pagi ini tak ada pesan singkat darinya. Ah, tak masalah bagiku. Mungkin saja ia masih tidur, pikirku. Tak pernah aku mengawali mengucapkan selamat pagi padanya. Karna setiap hari, dia selalu mengirimkan pesan khasnya padaku, dan aku cukup membalas “selamat pagi juga sayang…”. Ya begitulah aku. Aku sangat beruntung memiliki kekasih seperti dia. Sosok kekasih yang sangat pengertian kepadaku. Dia juga selalu meluangkan waktunya untukku, sesibuk apapun urusannya. Dia tampan, dia pintar, dan dia keren. Jika bicara tentang kesetiaan, menurutku dia cukup setia kok. Buktinya dia setia menemaniku selama 3 tahun. Hanya saja beberapa waktu lalu dia pernah kepergok berduaan dengan wanita lain. Kejadian yang cukup menyakitkan bagiku. Tapi.. ya sudahlah, aku sudah memaafkannya. Lagipula dia juga sudah meminta maaf dan berjanji takkan mengulanginya lagi. Kini aku benar-benar merasa menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini karna aku memiliki kekasih sepertinya.

***

Hufft. Ku lempar tasku di meja belajar, lalu kurebahkan tubuhku diatas kasur kamarku yang empuk. Nyaman sekali. Pelajaran hari ini membuatku merasa letih dan lapar. Aku bangkit dari tempat tidur, keluar kamar menuruni tangga menuju ruang makan. OMG! Nggak ada makanan di meja makan. Lupa. Bik Sum nggak masuk. Pantes nggak ada makanan. Aku naik lagi ke kamar, meraih handphone-ku yang masih tergeletak di atas kasur.
“halo? Sayang kamu lagi dimana? Makan yuk, aku laper nih”. Pintaku pada pacarku.
“maaf sayang aku lagi sibuk”. Jawabnya singkat.
Tumben banget pacarku menolak permintaanku? Tak pernah biasanya dia menolak apa yang ku pinta. Sibuk? Sibuk kuliah? Bukankah sesibuk apapun dia selalu meluangkan waktunya untukku? Entah sekedar mengirim bbm atau menelponku? Aku jadi penasaran dengan kesibukan barunya. Tugas? Sebanyak apa tugasnya? Apakah tugasnya susah? Ntah mengapa rasa laparku menjadi hilang hanya gara-gara aku memikikan kesibukan barunya itu.

***

Malam ini, Nesya, Tara dan Anya mengajakku jalan.  Mereka menyuruhku untuk mengajak juga pacarku. Aku berusaha menghubungi pacarku berulangkali. Tapi tak juga diangkat handphone-nya. Dan ketika dia mengangkat handphone-nya, dia menjawab sama ketika aku memintanya menemaniku makan kemarin. Dia sedang sibuk. Pikiranku mulai menjadi-jadi. Sibuk apa? Sejak kapan dia mulai mengabaikanku hanya demi kesibukan barunya itu?

Kami jalan tanpa pacarku. Aku berusaha melupakan tentang kesibukan pacarku yang selama ini membuatku susah tidur. Kami menyusuri sepanjang jalan Malioboro. Malam ini benar-benar ramai. Banyak kaum muda-mudi menghabiskan malamnya bersama kekasihnya di Malioboro ini. Seperti cewek-cewek pada umumnya, aku, Nesya, Tara dan Anya belanja menghabiskan tabungan kami. Setelah capek jalan-jalan dan belanja di sepanjang Malioboro, kami memutuskan untuk makan sekaligus melepas letih kami. Nesya yang memilih restoran ini. Restoran yang tak terlalu besar, namun tempatnya indah. Kata Nesya, restoran ini terkenal dengan masakannya yang lezat. Aku belum pernah ke restoran ini sebelumnya. Ku lihat seluruh isi restoran ini. Cukup ramai. Lampunya berkelip-kelip, di pojok restoran ini ada sebuah piano yang sedang dimainkan oleh salah satu pelanggan. Aku mendengarkan suara sentuhan tuts piano sesosok orang yang memainkannya. Rasanya aku nggak asing dengan lagu ini. Sebuah lagu romantis dari Cristina Perri. A thousand years. Aku benar-benar menikmati alunan piano ini. Dan aku benar-benar mengenal alunan piano ini. Bukankah ini adalah alunan yang pernah dibawakan kekasihku ketika aku berulang tahun ke 17 yang lalu? Alunan ini tak berbeda dengan alunan yang sedang dimainkan oleh sesosok orang di restoran ini.

Alunan piano ini hampir selesai. Dan aku berjalan menuju seseorang yang telah memainkan piano. Aku mendekatinya. Namun alunan telah selesai dan dia pergi ke salah satu meja makan. Di meja makan itu terdapat satu wanita yang sedang duduk manis menanti sosok pemain piano itu. Aku hanya memandanginya. Rasanya aku tak asing dengan sesosok pemain piano itu. Entah mengapa hatiku ingin tahu tentang dia. Aku berjalan mendekati meja makannya. Kulihat wajahnya. Aku hanya diam terpaku melihat dirinya. Air mata berjatuhan tetes demi tetes. Kekasihku! Apa yang telah dia perbuat dibalik kesibukannya selama ini? Tak sempat aku berkata, aku segera berlari keluar restoran. Dia mengejarku mencoba meraih tanganku. Dia berhasil meraih tanganku tengah-tengah ramainya Malioboro. Dia berlutut memohon kepadaku sambil menangis. Aku tak sanggup melihatnya. Aku tak sanggup memandangnya. Air mataku mengalir deras. Begitupun juga dengannya. Dia memelukku erat. Aku hanya diam tak membalas pelukannya. Kini pelukannya terasa hambar. Tak sehangat dan seindah dulu. Dia menghancurkanku, menghancurkan mimpi-mimpiku bersamanya. 3 tahun bersama, dan inikah balasan atas ketulusanku? Sebuah pengkhianatan untuk kedua kalinya…

Semudah itu kau ucapkan kata maaf, kekasihku..
Setelah kau lalukan lagi kesalahan yang sama
Dimana perasaanmu saat kau melakukan salah yang sama
Inikah cara dirimu membalas tulus cinta yang tlah ku beri?
Menyakitkan bila cintaku dibalas dengan dusta
Namun mencintamutakkan kusesali
Karna aku yang memilihmu ….
(audy-dibalas dengan dusta)