Time runs fast. Segalanya berubah. Termasuk aku dan dia. Semenjak
itu, semuanya berubah. Ini semua salahku, aku yang menghianatinya. Berpaling dan
meninggalkannya. Tapi ketahuilah, ini bukan mauku.
Satu hal yang tak pernah aku kira adalah, dia tak pernah
marah. Sekalipun aku keterlaluan, hingga membuat kesalahan yang fatal, dia tak
juga memarahiku sedikitpun. Dan aku selalu merasakan getaran cinta disetiap
sikapnya, tak pernah berubah meski aku telah menghancurkan semuanya. Aku tahu, kata
maaf tak akan pernah mampu menebus kesalahanku padanya.
Memang benar, cinta datang dari hati. Seharusnya aku sadar,
dari awal memang dia yang terbaik. Sekalipun banyak di luar sana yang terlihat
lebih berkilau. Hanya saja saat itu aku terpukau dengan pria lain. Tapi bukankah
setiap orang berhak mendapatkan kesempatan yang kedua? Bukankah disetiap
kesalahan akan ada hikmah ?
Namanya deo, lelaki wibawa yang tak pernah sanggup untuk
membuatku menangis. Lelaki sejati yang selalu mementingkan pendidikan dan
organisasi diatas segalanya, hingga sering kali lupa, ada sesosok wanita yang
senantiasa menunggu kabarnya, aku. Aku mengenalnya sejak 6 tahun yang lalu ,
bertemu sapa di akun social media facebook, dimana kami hidup di jaman alay. Hingga
tumbuhlah kisah kasih diantara kami. Sejak 5 tahun yang lalu, dia menungguku. Entah
menunggu untuk apa, untuk menjadi pacar atau istrinya #ehh
Semenjak aku mengkhianatinya, dan sadar akan kesalahanku,
aku semakin yakin, dialah yang terbaik untuk masa depanku. Sikapnya yang mampu
meluluhkan hatiku, bahwa cinta hadir dalam hati, bukan dari harta maupun tahta.
Dialah yang membuatku sadar akan arti kesetiaan. Setiap kali ada pria lain yang
singgah dihatiku, entah mengapa dirinya selalu memiliki tempat spesial dihatiku,
yang tak pernah bisa tergantikan posisinya oleh pria lain. Dia dia dia, hanya
dia yang mampu membuatku benar-benar terpukau.
Berharap memilikinya lagi ? pasti. Tapi aku sadar, tak
satupun di dunia ini milikku, termasuk jiwa raga ini. Lalu apakah aku pantas memilikinya
? hanya Tuhan yang mempu menjawab.
Mencintainya? Sangat. Ingin ku ulangi cerita dari awal,
merajut cinta murni yang sebenarnya, menebus segala kesalahanku.
Rindu? Selalu. Tapi aku sadar aku tak sanggup melakukan
apapun untuk melawan rindu. Menghubunginya pun terasa hina ketika aku ingat
akan semua salahku.
Dan ketika aku merindukannya, aku hanya bisa berdoa kepada
Sang Maha Cinta, menitipkan rindu agar sampai kepadanya, memohon agar aku dapat
memantaskan diri bersanding dengannya, menjadi ratu dihatinya.