Minggu, 15 Desember 2013

Laksanakanlah tugas sucimu, Sayang

Malam ini, Rama mengajakku jalan. Entahlah, aku merasa sangat senang dengan ajakannya. Mungkin karena akhir-akhir ini, banyak tugas yang mengajakku kencan. Rama selalu mengalah dengan tugas-tugasku itu. Dia adalah tipe cowok yang mengutamakan pendidikan daripada segalanya. Oleh karna itu, tiap kali aku mengerjakan tugas, dia selalu membantuku, atau minimal dia tak mau menggangguku.

Sebenarnya, aku selalu ingin ditemani olehnya ketika aku mengerjakan tugas, setidaknya bbm aku. Tapi aku tak pernah berani menyatakan permintaanku itu. Aku takut bila dia marah dan justru meninggalkanku. Aku sangat mengagumi dirinya. Dia terlahir dari orang yang berada, tetapi tidak ada kesombongan sedikitpun dalam dirinya. Apapun dia lakukan dengan sederhana, termasuk mencintaiku. Aku suka caranya mencintaiku. Sederhana, tapi indah. Dia slalu mengerti keadaanku, romantis, dan penyayang. Dia pula termasuk golongan orang penyuka cupcake. Terkadang, aku membuatkannya cupcake, walaupun masakanku terbilang tak enak, tapi dia selalu menghargai usahaku.

Tepat pukul 19.00 Rama menjemputku. Dengan mengendarai mio putihnya itu, dia membawakanku sebuah boneka yang besar. Bahkan lebih besar dari aku. Aku tak dapat membayangkan bagaimana dia membawa boneka sebesar itu untukku. Sungguh, aku sangat senang menerima boneka pemberiannya itu. Kucium boneka itu, lalu kuletakkan di kamar tidurku. Aku bergegas menemuinya kembali, dan pergi bersamanya malam ini.

Hujan rintik-rintik memang membuatku sedikit kedinginan, tapi justru itulah yang membuat kami terlihat romantis. Tak lama perjalanan, Rama memberhentikan motornya di depan sebuah restoran sea food. Dia menggandengku, membawaku masuk ke dalam restoran itu. Sejenak ku lihat wajahnya. Tak terlalu tampan, namun manis. Ku lihat ada kebijaksanaan dalam matanya. Itu pula yang kudapat di dalam kehidupan nyata.

Aku memesan nasi goreng, sedangkan Rama memesan lobster bakar keju. Kami makan bersama, di temani lilin-lilin kecil. Aku merasakan sesuatu yang istimewa. Inilah Rama, sosok cowok yang tak dapat tebak, namun penuh dengan kejutan. Kami saling bercanda dan tertawa bersama-sama. Aku merasakan kehangatan ketika aku berada di dekatnya. Senyumnya yang menawan itu benar-benar menggodaku untuk terus memandanginya.

Seusai makan, Rama mengajakku berbicara. Awalnya, aku kira dia mengajakku bercanda lagi, sehingga aku pun tak menanggapinya secara serius. Rama sedikit menaikkan suaranya, menandakan bahwa dia ingin berkata serius. Aku pun diam dan mulai menanggapi keseriusan itu.

Ketika Rama memilai perkataannya, hatiku mulai terasa gundah. Dan kini air mata menetes deras, lebih deras daripada rintik hujan tadi.
"Fira, lusa aku akan pergi ke Palestina. Negara mempercayaiku untuk membantu rakyat Palestina dalam menghadapi Israel. Mungkin, kita harus berpisah selama 2 bulan dan kita akan bertemu di tahun depan. Itupun jika aku selamat dari tembakan maut tentara Israel. Maukah kau menanti kedatanganku?"

Aku hanya diam. Air mata menetes semakin deras. Aku tak mampu berkata apa-apa. Rama mengambil tisu dan mengusap air mataku secara perlahan. Lembut.
"Aku tau ini berat, tapi aku tak dapat menolak perintah ini. Aku harus berjuang. Prajurit tak berani bertindak tanpa perintah dari pimpinannya. Dan aku sebagai pemimpin harus bertanggung jawab atas perintah ini. Ini adalah tugasku, tugas suci yang harus kuemban. Ku mohon, berhentilah menangis. Dukung dan doakan aku".

Aku menatap wajahnya. Ku lihat matanya memohon agar aku berhenti menangis. Ku usap air mataku, dan aku mencoba untuk menghentikan hujan di mataku.
"Maaf jika aku terlalu egois yang selalu menginginkanmu berada disampingku. Pergilah dengan berani. Selamatkan rakyat Palestina. Aku akan selalu mendoakanmu dan menunggumu disini. Selamat berjang, Sayang".
Rama memelukku dengan erat. Inilah perpisahan yang sama sekali tak kuinginkan. Namun, tugas tetaplah tugas, dan Rama harus berjuang melaksanakan tugasnya

Semenjak kepergiannya ke Palestina, dunia terasa hampa bagiku. Tak ada lagi yang mengajakku jalan atau sekedar makan bersama. Rama. rama dan rama yang selalu kurindukan. Tak ada komunikasi untuk 2 bulan kedepan. Namun, aku selalu berharap ada pesan di handphone ku, dan dan berharap pengirimnya adalah dirinya. Hari-hari berat kulewati sendiri. Tiap kali aku mengadu di atas sajadah, selalu kusebut namanya. Aku akan selalu menunggunya. Dan aku percaya, Rama akan kembali lagi.